Narsisme sekunder dapat muncul sebagai respons terhadap pengalaman negatif dalam kehidupan, seperti penolakan, kegagalan, atau cedera emosional, yang menyebabkan individu menggunakan mekanisme pertahanan narsistik sebagai cara untuk melindungi diri dan menjaga harga diri mereka.
Narsisme sebenarnya memiliki banyak aspek dan ciri-ciri, tidak terbatas pada kecenderungan untuk menarik perhatian orang dengan penampilan fisik saja. Narsisme merupakan kondisi psikologis kompleks yang melibatkan pola pikir, emosi, dan perilaku individu. Berbagai macam kecenderungan narsistik dapat muncul pada individu yang mungkin memiliki kombinasi dari beberapa karakteristik narsistik.
Berikut adalah beberapa aspek dan kecenderungan yang sering dikaitkan dengan narsisme:
1. Pencarian Perhatian dan Pengakuan:
Salah satu ciri khas narsisme adalah keinginan yang kuat untuk diperhatikan, diakui, dan dipuja oleh orang lain. Individu narsistik mungkin cenderung mencari perhatian dengan cara menonjolkan diri, merasa lebih unggul dari orang lain, atau mengungkapkan kepercayaan diri yang berlebihan.
2. Kebutuhan akan Pujian dan Validasi:
Individu narsistik juga seringkali memiliki kebutuhan yang tinggi akan pujian, validasi, dan persetujuan dari orang lain. Dia mungkin merasa bergantung pada pujian eksternal untuk mempertahankan rasa harga dirinya.
3. Kurangnya Empati atau Perhatian pada Perasaan Orang Lain:
Orang narsistik cenderung kurang memiliki empati terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain, dan lebih fokus pada kepentingan dan keinginan mereka sendiri
4. Kesulitan dalam Menerima Kritik atau Penolakan:
Individu narsistik seringkali kesulitan menerima kritik atau penolakan, dan dapat merespon dengan defensif, agresif, atau merasa terluka.
5. Pola Hubungan yang Ambivalen atau Dominan:
Dalam hubungan interpersonal, individu narsistik cenderung memiliki pola hubungan yang ambivalen, yaitu antara mencari keintiman dan pujian dari orang lain, dan pada saat yang sama, menunjukkan sikap dominan atau merendahkan orang lain.
6. Persepsi yang Terlalu Tinggi tentang Diri Sendiri:
Individu narsistik sering memiliki pandangan yang terlalu tinggi tentang diri mereka sendiri, merasa lebih unggul dan penting daripada orang lain.
Penting untuk memahami bahwa narsisme merupakan kondisi psikologis kompleks yang memerlukan pemahaman yang lebih dalam dan pendekatan yang holistik dalam pengelolaan dan perubahan perilaku narsistik.
Dalam psikoanalisis, narsisme dipahami sebagai spektrum kompleks perilaku dan pola pikir yang berkembang dari tahap perkembangan awal hingga ke masa dewasa. Pengertian terhadap narsisme, baik primer maupun sekunder, dapat membantu individu dalam memahami asal-usul dan implikasi dari perilaku narsistik serta membantu dalam upaya perubahan dan pertumbuhan menuju kesehatan mental yang lebih baik.
Menurut teori psikoanalisis, narsisme merupakan dorongan untuk menciptakan citra diri yang sempurna dan mengagumkan untuk menyembunyikan perasaan rendah diri yang mendasar. Orang yang bersikap narsistik cenderung sangat membutuhkan pujian dan pengakuan dari orang lain untuk memperkuat citra diri yang konon sempurna tersebut. Ketika citra diri tersebut terancam atau diragukan oleh orang lain, dia mungkin merasa terancam dan melarikan diri ke lingkungan baru di mana mereka bisa menjaga dan memperkuat citra diri mereka. Ketika panggung atraksi narsismenya makin sempit, dia drop dan menyalahkan orang-orang yang meninggalkannya.