Bullying di Indonesia seolah tidak pernah berhenti, tidak pernah surut dan terus terjadi tanpa ada habisnya. Seringkali kita melihat kasus bullying terjadi, baik melalui berita di televisi maupun sosial media bahkan tidak sedikit kasus bullying terjadi di sekitar kita. Karena Bullying itu sendiri tidak hanya berupa kekerasan yang dilakukan secara fisik kepada seseorang tetapi juga berkaitan dengan perkataan atau apapun yang dapat melukai orang lain, baik secara fisik maupun mental. Bullying adalah tindakan yang menunjukkan sikap agresif dan manipulative yang dilakukan oleh satu orang atau lebih dan ditunjukkan kepada orang lain.
Pada periode masa remaja merupakan periode penting bagi anak-anak yang beranjak dewasa dalam menentukan dan membangun jati diri. Masa ini banyak diwarnai dengan sikap yang lebih kritis dalam pergaulan sehari-hari atau di keluarga, ketertarikan akan hal-hal tertentu, maupun prestasi di sekolah. Karena itu, untuk membangun dan memupuk sikap positif dalam fase pencarian jati diri tersebut, pentingnya dukungan pola asuh yang baik dari orang tua di lingkungan keluarga, dan juga para guru di sekolah mengingat kasus bully banyak terjadi di lingkungan sekolah. Dalam banyak kasus, pelaku bullying umumnya mereka yang ingin menunjukkan eksistensi dirinya secara berlebihan. Dalam hal ini, permasalahan yang serius dari psikologi sosial para pelaku bullying adalah karena jika ada pembiaran dan seolah-olah tidak ditangani dengan tepat maka dampak dari perilaku mereka sangat mengganggu bahkan dapat membahayakan nyawa orang lain. Terutama saat pelaksanaan masa orientasi siswa baru, ospek, atau pendidikan dan pelatihan yang dilakukan institusi pendidikan. Dalam kasus ini pelaku bullying biasanya yang merupakan senior atau kakak kelas. Alih-alih melatih mental juniornya, tindakan mereka justru seringkali membahayakan bahkan hingga merenggut nyawa korban.
Terkadang pelaku bullying benar-benar menikmati proses pembullyan tersebut. Namu ketika ditanya mengapa? Kesimpulannya adalah Pertama, bullying dilakukan dengan alasan, hanya bercanda. Kedua, pelaku bullying mengaku tidak mengetahui alasan spesifik mereka melakukan tindakan bullying. Dan yang ketiga, bullying terjadi karena pelaku menganggap korban mereka tampak berbeda. Meskipun begitu, beberapa sumber menyebutkan bahwa, pembullyan kerap terjadi karena pelaku selalu menganggap dirinya paling baik dibandingkan korban. Hal tersebut juga berhubungan dengan kompetisi yang terjadi antar individu. Di mana para siswa saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Mereka akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya dan berada diposisi puncak. Yang terkuat, tertinggi, dan yang paling menguntungkan. Jadi, agar mereka terlihat kuat, mereka tidak segan menindas orang lain atau bergabung dengan kelompok penindas yang dianggap lebih kuat. Seolah-olah perbuatan bullying menjadi keren dan trendi, sehingga sah-sah saja apabila dilakukan dengan dalil tidak masalah selagi korban belum tewas. Oleh karena itu, rantai bullying harus benar-benar diputuskan, dimulai dari diri kita sendiri. Salah satunya, menahan diri untuk tidak mengetik komentar negatif pada orang terdekat maupun selebriti ternama. Lantas Jika demikian realitasnya, maka langkah preventif apa yang dapat kita lakukan dalam mencegah sekaligus menghilangkan benih kekerasan bullying dan pandangan baru yang menganggap bullying trendi dalam interaksi kehidupan kita sehari – hari?
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menangani kasus bullying khusunya yang sering terjadi di sekolah. Langkah pertama adalah dengan melakukan pencegahan. Pencegahan bullying perlu dilakukan secara menyeluruh, melalui sang anak, keluarga, sekolah, hingga lingkungan masyarakat.Pencegahan melalui anak bisa dilakukan dengan cara memberi pengetahuan tentang apa itu bullying dan pastikan anak mampu melawan tindakan bullying jika terjadi kepadanya. Selain itu, edukasi anak agar bisa memberikan bantuan ketika melihat tindakan bullying terjadi. Misalnya dengan melerai/mendamaikan, mendukung korban agar kembali percaya diri, hingga melaporkan tindakan bullying kepada pihak sekolah, orang tua, dan tokoh masyarakat. Sementara Orang tua juga sangat perlu meningkatkan ketahanan keluarga, menerapkan hidup harmonis, dan memperkuat pola pengasuhan anak. Lakukan dengan cara tanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak, memupuk rasa percaya diri hingga keberanian anak, mengajarkan etika, hingga mendampingi konsumsi internet dan bahan bacaan anak.
Bersambung ...