@laravelPWA
Hati yang Dapat Mengambil Pelajaran (Ibrah) (1)
  • Judul: Hati yang Dapat Mengambil Pelajaran (Ibrah) (1)
  • Sumber:
  • Tanggal Rilis: 0:30:30 16-6-1404

Untuk menjinakkan hati, seseorang harus mengingat kematian. Namun, yang penting di sini adalah, bagaimana supaya manusia mengingat kematian? Harus dikatakan bahwa semua manusia tidaklah sama dan berbeda-beda. Sebagian manusia hanya dengan menyadari bahwa suatu hari nanti akan mati dan hidup di dunia tidak akan abadi, maka ingatan tentang kematian akan selalu hidup di hatinya. Namun sebagian yang lain, mereka harus terlebih dahulu melihat contoh-contoh nyata dari kematian untuk dapat mengingat dan merenungkan kematian, yakni sebelum mereka menyaksikan kematian dengan mata kepala sendiri, maka sekadar mengetahui tentang kematian tidak akan memberikan pengaruh apa-apa.

Jelas sekali, bahwa “melihat” mempunyai pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan “mendengar dan memahami.” Banyak hal yang diketahui oleh manusia, namun pengaruh yang diberikan oleh pengetahuan tidak akan pernah sama dengan pengaruh yang diberikan oleh penglihatan pada sikap dan perilakunya. Bila seseorang akhirnya berkesempatan melihat sesuatu yang telah diketahui sebelumnya, akan muncul pengaruh baru pada dirinya yang sebelumnya tidak ada.

Sebaik-baik jalan bagi seseorang agar hatinya mengingat kematian dan tidak bernilainya dunia dibandingkan dengan akhirat, adalah dengan melihat langsung dari dekat berbagai bekas bencana, malapetaka, peperangan, hancurnya rumah-rumah dan istana serta beragam kesulitan yang terjadi di dunia. Menelaah dan mempelajari bekas-bekas sejarah kehidupan manusia seperti di atas atau mendiskusikannya juga sangat berguna, namun pengaruhnya tidak akan sedahsyat apabila seseorang melihat dengan mata kepala sendiri bekas-bekas bencana dan malapetaka tersebut.

Jika seseorang menyaksikan semua itu dari dekat, pengaruhnya jauh lebih besar dibandingkan dengan sekadar mengetahuinya. Mungkin poin inilah yang menjadi sebab mengapa Alquran memberikan anjuran yang sangat ditekankan atas manusia untuk menyaksikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi, karena di dalam melihat terdapat pengaruh yang tidak ada pada mendengar atau menelaah. Oleh karenanya, Allah Swt berfirman di dalam Alquran: Katakanlah, “Berjalanlah di muka bumi, lalu lihat dan saksikan bagaimana nasib orang-orang yang terdahulu” atau, Katakanlah, “Berjalanlah di muka bumi, lalu lihat dan saksikan bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan [para nabi].” (QS. an-Nahl: 36)

Mungkin alasan anjuran Allah Swt ini, agar manusia melihat langsung dan mengambil dari apa-apa yang menimpa orang-orang terdahulu. Karenanya, Allah Swt tidak menggunakan kata I’lamu (ketahuilah) atau isma’u (dengarlah), tetapi Dia berkata: fa sirû fi al-ardhi fanzhuru, yakni saksikan dan lihatlah dari dekat. Manusia diajak untuk melihat dan menyaksikan, tidak sekadar mengetahui dan mendengar.

Kita sering kali mendengar bahwa di daerah atau kota tertentu telah terjadi bencana banjir, gempa atau bencana-bencana alam lainnya, namun sekadar mendengar ini tidak sama dengan apabila kita menyaksikan banjir atau gempa terjadi di tempat tinggal kita sendiri, lalu kita saksikan juga berbagai kerusakan, kehancuran dan kesulitan yang diakibatkannya. Tentu, pengaruh kita menyaksikan dan mengalami sendiri bencana berikut akibatnya, jauh lebih besar ketimbang kita mendengar ada sebuah bencana terjadi nun jauh disana.

Bersambung ...