@laravelPWA
Ketuhanan Yang Maha Esa Dalam Pandangan Syuhrawardi (Syeikh Isyraq)
  • Judul: Ketuhanan Yang Maha Esa Dalam Pandangan Syuhrawardi (Syeikh Isyraq)
  • Sumber:
  • Tanggal Rilis: 7:31:53 15-6-1404

Pembuktian keesaan Tuhan bisa di kupas dari berbagai dimensi. Salah satunya filsafat Isyraqiyah atau iluminasionisme yang filosofis dasar epistemologinya adalah hati atau intuisi. Pelopor pemikiran filsafat iluminatik ini adalah Syuhrawardi. Nama lengkapnya adalah Syihabuddin Yahya ibn Habasy ibn Amirak Abu Al-futuh Syuhrawardi. Ia dilahirkan di di kota kecil, Suhraward, Persia pada tahun 549/1154 M. Syuhrawardi disebut juga Al-Syaikh Al-maqtul, ia dibunuh karena pemikiran filsafatnya yang dianggap menentang maenstream pemikiran pada waktu itu. [1]

Isyraq adalah cahaya yang bersinar. Syuhrawardi menamai pemikirannya dengan Isyraq dikarenakan pemikiran filosofisnya berdasarkan hadis Nabi yang mengatakan bahwa ilmu adalah cahaya. Orang yang hatinya suci akan mendapatkan cahaya ilahi dalam dirinya.

Untuk itu seluruh argumentasi filsafatnya bermuarakan cahaya termasuk dalam argumentasi ketuhanan yang diusungnya. Hati yang dipenuhi cahaya keimanan akan memahami aliran filsafatnya karena jelas Allah swt mengumpamakan diriNya dengan cahaya seperti didalam Surat al-Nur ayat 35 Allah swt berfirman:

 اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ[2]

“Allah swt adalah cahaya langit dan bumi”

Syuhrawardi berpendapat bahwa Cahaya merupakan suatu hakikat yang nyata dan aksiomatik, tidak memerlukan penjelasan dan definisi. Cahaya adalah sesuatu yang terang, gamblang yang eksistensinya menerangi seluruh alam dengan gradasi dan eksistensinya tidak bergantung pada wujud yang lain.[3]

Gradasi Cahaya Tunggal Nur Al-Anwar

Perbedaan cahaya-cahaya bersifat gradasional, yaitu tingkatan masing-masing cahaya dari yang paling kuat (Aqwa) hingga paling lemah. (Adh’af) Semua cahaya-cahaya dengan gradasinya adalah hakikat yang satu. Perbedaannya hanya dari aspek kesempurnaan, kekurangan, aksiden-aksiden, yang ada di luar zat. Karena jika perbedaan itu bersifat subtansial, maka setiap dari cahaya-cahaya itu akan tersusun dari dua deferensia yang saling bertentangan, dan ini akan merujuk pada dualisme wujud cahaya, karena cahaya adalah hakikat satu yang bergradasi dan selainnya adalah kegelapan.[4]

Syuhrawardi mengungkapkan bahwa Allah swt adalah Cahaya diatas Cahaya (Nur Al-Anwar) puncak segala kesempurnaan dan keutamaan. jikalau Cahaya diatas cahaya ini begantung pada realitas yang lain, maka kebutuhan kepada selainnya adalah kegelapan, sedangkan kegelapan adalah realitas ketiadaan cahaya. Begitupula esensi cahaya diatas cahaya harus tunggal karena jika ada dua cahaya dengan pencahayaan yang sama, meniscayakan pengulangan cahaya yang tidak perlu. (Tahsil Al-Hasil)[5]

Nur Al-Anwar yang ditegaskan sebelumnya sebagai sumber penciptaan hanya memancarkan cahaya-Nya pada satu Cahaya murni yang memiliki sifat yang sama dengan Nur Al-Anwar. Syuhrawardi memanggilnya dengan istilah Nur Al-Aqrab. Pemancaran cahaya ini diakibatkan oleh aktivitas Nur Al-Anwar yang secara subtansi senantiasa memancarkan cahaya hingga tingkat paling rendah. (Materi)

Nur Al-Anwar memancarkan cahaya-Nya kepada Nur Al-Aqrab begitu seterusnya hingga tingkatan terendah. Adapun Nur Al-Aqrab seperti Nur Al-Anwar menerima cahaya dari Nur Al-Anwar dan memancarkannya ke tingkat selanjutnya. Walaupun keduanya adalah entitas cahaya namun memiliki perbedaan fundamental, baik dalam zat, maupun tingkatannya.

Syeikh Isyraq menjelaskan dalam satu contoh sederhana yang mengambarkan proses pemancaran Nur Al-Anwar pada Nur Al-Aqrab. Nur Al-Anwar digambarkan sebagai Matahari, sedangkan Nur Al-Aqrab adalah cermin, pancaran sinar matahari yang diterima cermin kemudian dipantulkan kepada entitas cermin dibawahnya sehingga menghasilkan cahaya dengan kualitas yang berbeda sesuai tingkatannya. Semuanya sama-sama memancarkan cahaya, tetapi cahaya yang dipancarkan cermin tidaklah sama dengan cahaya Matahari, karena cermin hanyalah perantara yang menerima cahaya matahari yang besar dan memantulkan cahaya itu kepada tingkat dibawahnya sesuai kapasitasnya.[6]

Menurut Filsafat cahaya Syeikh Isyraq, entitas cahaya adalah satu bergradasi dari Nur Al-Anwar hingga entitas terendah cahaya yaitu nur Al-Aridh sebagai asal mula alam materi. Keseluruhan tingkatan cahaya bersumberkan dari cahaya tunggal yang dipancarkan oleh Nur Al-Anwar sampai kepada titik terendah cahaya di alam materi yang disebut pula nur Al-Ghasaq.[7]

CATATAN:

[1] Farhangg e farsi muin

[2] Surat Nur: 35

[3] Majmu e Mushannafat, Juz.2, Hikmat Isyraq, Hal.121

[4]  Ibid. Hal.150

[5] Ibid. Hal.122

[6] Mabani Falsafe Isyraq az didgahe Syuhrawardi, Abu Rayyan, Hal.139

[7] Ibid, Hal.145