@laravelPWA
Kewajiban beriman kepada semua nabi
  • Judul: Kewajiban beriman kepada semua nabi
  • Sumber:
  • Tanggal Rilis: 13:57:28 10-6-1404

Berdasarkan apa yang telah lalu, seorang “Muslim” (patuh) harus berserah diri kepada ajaran para nabi dan tidak membeda-bedakan siapa saja di antara mereka; karena semuanya dari Allah SWT. dan orang yang berserah kepada Allah SWT. pasti berserah kepada semua yang Ia turunkan. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa dahulu kala Allah SWT. menyumpah para nabinya untuk saling membenarkan satu sama lain, setiap nabi harus mengimani nabi sebelumnya, dan hamba-hamba yang beriman harus mentaati nabi-nabi terdahulu serta mengimani mereka:

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui.” Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.” Barang siapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. Ali-Imran [3] : 81-82)

Masalah utama yang diinginkan oleh Allah SWT. bukanlah mengikuti seorang nabi secara pribadi dan tertentu, namun yang Ia inginkan adalah ketaatan terhadap apa-apa yang Ia turunkan sebagai sarana pendekatan diri hamba kepada-Nya.

Kemudian Ia berfirman:

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (QS. Ali Imran [3] : 83)

Lalu Ia berfirman:

Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri.” Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran [3] : 84-85)

Juga ada ayat lain yang menjelaskan persamaan kandungan ajaran para nabi:

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, karena kedengkian di antara mereka. (QS. Asy-Syuura [42] : 13-14)

Dan pada akhirnya Ia berfirman:

“Katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah.” (QS. Asy-Syuura [42] : 15)

Allah SWT. dalam ayat yang lain seraya menjadikan Muslimin sebagai lawan bicaranya berfirman:

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] : 136-137)

Begitupula di ayat lainnya Ia berfirman:

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (QS. Al-Baqarah [2] : 285)

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (QS. An-Nisaa’ [4] : 136)

Oleh karena itu, orang-orang yang tidak memiliki keimanan dan ketundukan mutlak seperti ini imannya tidaklah diterima; karena sebagaimana yang telah kita bahas sebelumnya, seorang muwahhid (orang yang bertauhid) yang hakiki harus meyakini tauhid khalikiyah, rububiyah takwiniyah, dan rububiyyah tasyri’iyah. Orang yang mempercayai tauhid khalikiyah namun mengingkari tauhid rububiyyah sama seperti orang yang sama sekali tidak bertauhid. Manusia harus beriman secara mutlak, tidak setengah-setengah. Syaitan, meskipun dia beriman dengan keesaan Allah SWT., namun ia adalah makhluk nomor satu dalam mengkufuri-Nya; karena imannya tidak mutlak dan sempurna. Dalam masalah iman, manusia saat mengimani sebagian keyakinan, bukan berarti ia telah menaiki satu tangga kesempurnaan, namun sama sekali ia belum melangkahkan kakinya; ketika ia telah mempercayai semuanya secara utuh, baru ia mencapai puncak keyakinan.

Allah SWT. berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisaa’ [4] : 150-152)

Dengan demikian, dalam mengimani tauhid kita harus mengimana semua tingkatan-tingkatannya; begitu pula dengan iman terhadap kenabian, kita harus beriman kepada semua yang diturunkan dari-Nya; karena mengimani sebagian dan mengingkari sebagian, sama seperti mengingkari semuanya.

Allah SWT. berfirman:

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik? (QS. Al-Maa’idah [5] : 59)

Tidak hanya itu saja, Al-Qur’an menyebut orang yang hanya mengimani sebagian kitab Allah SWT. dan mengkufuri sebagian sebagai musyrik:

Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (QS. Ar-Ruum [30] : 31)

Kemudian di ayat berikutnya Ia menjelaskan:

Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. Ar-Ruum [30] : 32)

Oleh karena itu, tuntutan Islam adalah keimanan terhadap segala yang diturunkan Allah SWT. kepada setiap nabi di manapun dan kapanpun. Tuntutan ini membuktikan bahwa tidak ada pertentangan antara tiap-tiap ajaran para nabi. Karena jika ajaran mereka berbeda-beda, tidak mungkin kita bisa menerima semuanya. Ini bukan berarti kita mengamalkan semua hukum-hukum syar’iy setiap ajaran para nabi. Maksud dari iman kita adalah, kita beriman bahwa hukum-hukum syar’iy yang diturunkan seorang nabi kepada umatnya di zamannya adalah dari Allah SWT. dan mereka (umat nabi di zaman itu) harus mentaati hukum-Nya. Contoh lainnya, kita harus beriman kepada Taurat; dengan artian bahwa Taurat yang asli (yang belum diselewengkan) adalah dari Allah SWT. untuk umatnya dan umat manusia di zaman diturunkannya Taurat harus mengimaninya. Adapun sekarang, apakah kita harus mengamalkan semua kitab-kitab langit itu? Tidak, kita sekarang dituntut untuk mengetahui apa yang Allah SWT. inginkan dari kita? Yang Ia inginkan adalah, kita mengamalkan ajaran nabi terakhir kita, Rasulullah SAW.

Jadi, iman terhadap sebagian nabi menuntut keimanan terhadap nabi-nabi lainnya; dan pada hakikatnya, kenabian adalah satu fenomena yang bertujuan satu pula. Seseorang yang mengimani nabi Ibrahim AS., Musa AS., atau Isa AS., harus mengimani nabi-nabi lainnya pula. Karena nabi Musa AS. telah memberitakan kedatangan nabi berikutnya. Begitu juga nabi Isa AS., ia memberitakan kedatangan nabi akhir zaman Muhammad SAW.

Allah SWT. berfirman:

Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (QS. As-Shaff [61] : 6)

Seseorang tidak bisa hanya mengimani nabi Isa AS. saja lalu tidak mau mengakui nabi setelahnya yang padahal telah beliau beritakan dengan jelas kedatangannya; karena artinya sama dengan menolak ajaran nabi Isa AS. itu sendiri.

Oleh karena itu, setiap orang yang mengaku memeluk agama langit, jika memang benar-benar pemeluk agama Ilahi, ia seharusnya Muslim; karena nabi-nabi mereka telah memberikan perintah agar mereka mengimani nabi Muhammad SAW.

Kenabian seorang nabi, selain nabi akhir zaman, wajib diimani dan diikuti ajaran-ajarannya; namun setelah datang nabi setelahnya, nabi baru itu yang harus diikuti. Seandainya kita pun berada di zaman nabi Isa AS. misalnya, kita wajib mengikutinya. Namun begitu Rasulullah SAW. datang dengan membawa tanda-tanda kenabiannya sebagaimana yang telah diberitakan oleh nabi sebelumnya, maka kita wajib mengimani beliau.

Oleh karena itu, agama-agama adalah satu tujuannya; perbedaan-perbedaan dalam hukum-hukum syar’i tidak dapat membuat agama-agama menjadi berbeda warna; dan selamanya tetaplah seperti itu.

Jangankan membeda-bedakan antara agama-agama Ilahi, jika seandainya kita mengimani satu ajaran agama namun kita mengamalkan sebagian dan meninggalkan sebagian ajarannya, itu juga artinya kita mengingkari agama tersebut. Iman terhadap agama adalah iman mutlak tanpa pilih-memilih.

Allah SWT. mencaci sebagian Ahli Kitab seraya berfirman:

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (QS. Al-Baqarah [2] : 85)

Salah satu buktinya bahwa orang yang memilih-milih dalam mengamalkan ajaran agama adalah kafir, mari kita lihat bagaimana seseorang dapat menjadi murtad? Seseorang dapat menjadi murtad hanya karena mengingkari salah satu dari dharuriyyaat (faham-faham pokok) agama. Dengan demikian ia menjadi murtad dan kelak dibangkitkan bersama orang-orang kafir.