Tanya: Peringatan-peringatan syahadah Imam Husain as.
seperti ini apakah juga pernah diadakan di zaman para
Imam?
Jawab: Iya, pernah. Di sini kita akan menyebutkan
beberapa contoh saja:
1. Bani Hasyim berkabung atas meninggalnya Imam Husain
as. Diriwayatkan dari Imam Shadiq as. bahwa setelah
kejadian Asyura, tidak ada satu perempuan Bani Hasyim
pun yang memakai celak di matanya. Tidak terlihat asap
mengepul di atas rumah-rumah mereka yang menandakan
mereka memasak makanan. Suasana seperti ini terus
berlangsung sampai kematian Ibnu Ziyad. Semenjak
peristiwa Asyura kami selalu meneteskan air mata.[1]
2. Berkabungnya Imam Sajjad as. Disebutkan dalam
riwayat bahwa Imam Sajjad as. sepanjang hidupnya selalu
bersedih hingga ia tak pernah berhenti meneteskan air
mata. Kesedihan beliau akibat mengingat tragedi yang
menimpa ayahnya, saudara-saudaranya dan keluarganya.
Setiap saat ia dibawakan air minum, ia meneteskan air
mata dan berkata, “Bagaimana aku bisa meminum air
sedangkan mereka membunuh cucu Rasulullah saw. dalam
keadaan haus?”[2] Dan terkadang beliau juga berkata,
“Setiap saat aku mengingat terbunuhnya anak-anak
Fathimah, aku tidak bisa menahan tangis.”[3]
Imam Shadiq as. berkata kepada Zurarah, “Ketika kakekku
Ali bin Husain as. mengingat ayahnya, ia selalu
menangis sehingga air mata membasahi janggut beliau dan
membuat orang-orang lain yang melihatnya terharu dan
menangis.”[4]
3. Bersedihnya Imam Baqir as. Pada hari Asyura, Imam
Baqir as. selalu mengadakan majelis peringatan musibah
yang menimpa Imam Husain as. Pada suatu hari di majlis
tersebut sesorang membacakan sedikit syair untuknya.
Ketka pembaca syair tersebut sampai pada kata-kata “…
telah terbunuh Al Husain…”, Imam Baqir as. menangis dan
berkata kepada pembaca syair itu, “Andai aku punya
banyak harta untuk kuberikan padamu karena syair ini,
pasti akan aku berikan. Tapi imbalan untukmu adalah doa
yang pernah Rasulullah saw. panjatkan untuk Hasan bin
Tsabit bahwa karena engkau membela Ahlul Bait as. maka
senantiasa engkau akan berada di bawah perlindungan
Ruhul Kudus.”[5]
4. Bersedihnya Imam Shadiq as. Imam Musa Kadzim as.
berkata, “Ketika bulan Muharam tiba, aku tidak pernah
melihat ayahku tertawa. Wajahnya selalu murung dan
selalu menangis hingga hari kesepuluh. Pada hari
kesepuluh, kesedihan beliau memuncak. Beliau tidak
pernah berhenti menangis dan berkata, “Ini adalah hari
syahidnya ayahku Al Husain as.”[6]
5. Berkabungnya Imam Musa Kazim as. Disebutkan bahwa
Imam Ridha as. berkata, “Ketika bulan Muharam tiba,
tidak ada orang yang melihat ayahku pernah tertawa dan
keadaan ini terus berlangsung hingga hari Asyura. Di
hari itu kesedihannya meluap-luap dan berkata, “Di hari
inilah Al Husain as. dibunuh.”[7]
6. Bersedihnya Imam Ridha as. Imam Ridha as. begitu
bersedih mengingat peristiwa Asyura sehingga beliau
berkata, “Sungguh hari terbunhnya Al Husain as. telah
membuat kelopak mata kami terluka dan mengucurkan air
matanya.”[8]
Pada suatu hari Da’bal mendatangi Imam Ridha as. Beliau
menuturkan beberapa patah kata mengenai ratapan atas
musibah Imam Husain as. Beliau berkata, “Wahai Da’bal,
orang yang menangisi kakekku Al Husain as. maka dosa-
dosanya akan diampuni.” Lalu setelah itu beliau
merentangkan tabir antara keluarga beliau dengan para
hadirin untuk mengadakan majelis peringatan musibah
Asyura.”
Kemudian beliau berkata lagi kepada Da’bal, “Bacakanlah
syair untuk Imam Husain as. Selama kamu hidup,
lakukanlah ini untuk kami dan jangan berhenti selama
engkau mampu.”
Sambil meneteskan air mata, Da’bal membacakan syair-
syairnya, “…Al Husain as. terbunuh kehausan di tepi
sungai Furat…” Lalu Imam Ridha as. dan keluarganya
menangis haru.[9]
7. Bersedihnya Imam Mahdi aj. Menurut banyak riwayat,
Imam Mahdi aj. terus menangis meratapi peritiwa yang
menimpa ayah beliau baik di saat beliau ghaibah atau
setelah kemunculannya nanti. Beliau akan berkata kepada
kakeknya Imam Husain as., “Jika zaman telah
memisahkanku jauh darimu, sehingga aku tidak ada waktu
itu sehingga mampu menolongmu, tapi kini aku meratapimu
pagi dan petang hari dan sebagai ganti air mata darah
mengalir dari mata kami. Betapa hati ini penuh luka
karena musibah yang menimpamu.”[10]
Kepergianmu membuatku menangis dengan luka di hati ini.
Aku menangis atas musibah yang menimpamu dan jika air
mata ini kering, biarlah darah yang menjadi air
mataku.[11]
CATATAN :
[1] Emam Hasan va Emam Husain, halaman 145.
[2] Biharul Anwar, jilid 44, halaman 145.
[3] Khishal, jilid 1, halaman 131.
[4] Biharul Anwar, jilid 45, halaman 207.
[5] Mishbahul Mutahajid, halaman 713.
[6] Imam Hasan wa Imam Husain as., halaman 143.
[7] Husain, Nafs e Motmaene, halaman 56.
[8] Biharul Anwar, jilid 44, halaman 284.
[9] Ibid, jilid 45, halaman 257.
[10] Biharul Anawar, jilid 101, halaman 320.
[11] Mustafa Arang, menukil dari Ashk e Hoseini,
Sarmaye e Syi’e, halaman 66.