Allah Swt menyeru umat manusia untuk berdoa dan
menjanjikan ijabah atas doa-doa mereka."Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.” Ibadah
dan doa merupakan media penghubung antara manusia
dengan Sang Pencipta yang maha kuasa. Untuk itu, ibadah
dan doa tidak hanya dikhususkan pada waktu tertentu
saja, tapi kita juga memiliki momen-momen istimewa dan
kesempatan emas untuk menjalin hubungan dan
berkomunikasi dengan Allah Swt lewat bahasa doa. Pada
momen istimewa itu, rahmat khusus Allah Swt tercurahkan
kepada para hamba dan mereka perlu berusaha untuk
menempatkan dirinya di bawah pancaran nikmat-Nya. Rasul
Saw bersabda, “Sesungguhnya bagi Tuhan kalian ada
anugerah untuk hari-hari kalian, maka tempatkanlah diri
kalian di dalamnya.”
Salah satu momen istimewa ini adalah hari kesembilan di
bulan Dzulhijjah atau hari Arafah. Arafah termasuk
salah satu dari hari raya meski tidak disematkan kata
eid di depannya. Pada hari itu, Allah Swt menyeru
hambanya untuk bermunajat dan membuka lebar pintu
rahmatnya kepada mereka, sementara syaitan dihinakan
dan diusir. Para jamaah haji setelah shalat subuh di
Mina, bertolak menuju Padang Arafah sambil bertalbiyah
dan bertakbir.Arafah adalah sebuah daerah di Makkah
al-Mukarramah yang menjadi tempat berkumpulnya para
jamaah haji dari seluruh dunia.Mereka melakukan wukuf
di Arafah mulai azan dzuhur pada hari kesembilan
Dzulhijjah sampai waktu shalat magrib. Mereka semua
larut dalam doa, munajat, dan tafakkur.
Imam Ali as berkata, “Kalian tahu ketika jamaah haji
sudah berihram, mengapa mereka pergi ke Arafah dan
kemudian kembali lagi ke Ka’bah untuk tawaf? Ini
dilakukan karena Arafah telah keluar dari batas haram,
dan jika seseorang ingin menjadi tamu Allah, ia pertama
kali harus keluar dari gerbang batas dan bermunajat
sedemikian rupa sehingga ia layak untuk memasuki
wilayah haram.”
Pada saat memperkenalkan Arafah, Imam Ali Zainal Abidin
as dalam Sahifah Sajjadiyah berkata, “Ya Tuhanku! Ini
adalah hari Arafah, sebuah hari di mana Engkau
memberikan kemuliaan dan keagungan kepada mereka. Pada
hari ini, Engkau membuka lebar-lebar pintu rahmat dan
pengampunan untuk hamba-Mu dan Engkau mencurahkan
pemberian sebesar-besarnya dan Engkau mengutamakan
mereka karena hari ini.”
Hari Arafah sungguh sangat agung dan ia hampir menyamai
malam Lailatul Qadar. Imam Jakfar Shadiq as berkata,
“Jika seorang pendosa belum memperoleh rahmat dan
pengampunan Allah pada malam-malam yang penuh berkah di
bulan Ramadhan, dan khususnya di malam-malam Qadar,
maka ia tidak akan terampuni sampai tahun depan kecuali
ia memahami Arafah dan memanfaatkan keutamaan-
keutamaannya.”
Pada hari Arafah, Allah Swt membebaskan banyak manusia
dari api neraka dan memberi pengampunan kepada mereka.
Dia melipatgandakanamal kebajikan yang dilakukan oleh
para jamaah haji di Makkah dan melimpahkan rahmat
sebesar-besarnya kepada manusia sehingga setan berkecil
hati pada hari tersebut.
Wukuf di Arafah mengandung arti bahwa manusia sudah
sampai pada makrifat Ilahi dan mencapai kearifan.
Mereka menyadari bahwa Allah Swt mengetahui semua
kebutuhan manusia dan juga maha kuasa untuk memenuhi
semua kebutuhan mereka. Pada akhirnya, mereka
menyerahkan dirinya kepada Tuhan dan semata-mata taat
kepada-Nya. Manusia juga perlu menyadari bahwa Allah
Swt mengetahui semua isi hati mereka. Jika seseorang
tahu hatinya berada dalam pengawasan Tuhan, maka ia
tidak akan berbuat dosa lagi dengan lisan, tangan atau
kakinya. Ia bahkan tidak lagi mengotori pikirannya
dengan dosa, tidak memelihara angan-angan batil, dan
juga menjaga kesucian hatinya dari noda.
Batas Arafah telah ditandai dengan rambu-rambu khusus.
Imam Ali Zainal Abidin as berkata, “Ketika kalian
memasuki Arafah pada hari kesembilan dan saat kalian
tiba di sebuah padang yang luas, maka ketahuilah bahwa
itu adalah tanah kesaksian, makrifat, dan irfan. Ia
tahu siapa saja yang melangkahkan kakinya di tanah itu
dan dengan motivasi apa mereka datang dan juga dengan
niat apa mereka kembali. Allah menjadikan daerah itu
sebagai saksi atas perbuatan kalian, di mana ia
mengetahui dengan baik apa yang kalian lakukan.”
Arafah adalah hari taubat dan momentum untuk meraih
pengampunan Tuhan. Imam Shadiq as berkata, “Pada hari
Arafah, barang siapa yang menunaikan shalat dua rakaat
di tempat terbuka sebelum mengikuti acara doa Arafah
dan mengakui semua dosa-dosanya di hadapan Allah dan
tulus memohon ampunannya, maka Allah akan menuliskan
untuknya pahala yang diberikan kepada penduduk
Arafahdan menghapus semua dosa-dosanya.” Rasulullah Saw
bersabda, “Orang yang paling berdosa di Arafah adalah
individu yang kembali dari sana, sementara ia merasa
dirinya tidak akan pernah terampuni.”
Para pemuka agama telah mengajarkan kita tentang bahasa
dan muatan doa. Mereka memohon sesuatu yang paling baik
kepada Allah Swt dan juga memberi contoh tentang
bagaimana kita meminta kebaikan dan kenikmatan. Pada
hari Arafah, Imam Husein as melantunkan bait-bait yang
indah dalam doanya dan sekarang doa fenomenal itu
tidakhanya menggema di kalangan jamaah haji, tapi juga
mengguncang kalbu manusia di sepanjang sejarah. Doa
Imam Husein as di hari Arafah merupakan kumpulan
kalimat-kalimat penuh makna tentang tauhid,
makrifatullah, dan penyucian jiwa.
Mutiara doa yang memancar dari kalbu Imam Husein as
memuat makrifat yang tinggi dan mendorong manusia untuk
bertafakkur. Setiap bait doa itu menanamkan cahaya,
kecintaan, dan tauhid dalam sanubari manusia. Imam
Husein as ingin mengajarkan pengenalan kepada Tuhan dan
kebutuhan manusia kepada-Nya. Munajat pribadi agung ini
menjelaskan tentang hubungan paling rasional antara
manusia dan Tuhannya. Beliau dengan seluruh
eksistensinya, menunjukkan kehadiran Sang Pencipta dan
kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Imam Husein as
menuangkan apa yang disaksikannya dalam bahasa lisan
dan bait-bait doa yang indah.
Pada sore hari Arafah, Imam Husein as keluar dari
kemahnya bersama keluarga dan sekelompok sahabatnya
menuju Padang Arafah. Dengan penuh kerendahan dan
kekhusyukan, beliau dan rombongan menghadapkan wajah ke
Jabal Rahmah. Imam Husein as kemudian menghadap Ka'bah
dan mengangkat kedua tangannya untuk bermunajat kepada
Allah Swt. Beliau mementaskan bentuk penghambaan
terindah dan pengenalan terdalam lewat bait-bait yang
indah dan penuh makna. Imam Husein as memuji Allah Swt
dengan pujian yang indah dan menyebut nikmat-nikmat
yang dicurahkan kepada manusia di semua jenjang
perjalanan hidup mereka. Cucu Rasulullah Saw ini
kemudian berbicara tentang masalah mensyukuri nikmat
dan menganggap dirinya tidak mampu menunaikan rasa
syukur.
Dalam lanjutan doanya, Imam Husein as menjerit lirih
dan berkata, "Akulah wahai Tuhanku yang mengakui dosa-
dosaku, maka ampunilah aku. Akulah yang berbuat
kejelekan, akulah yang bersalah, akulah yang
menginginkan (maksiat), akulah yang bodoh, akulah yang
lalai, akulah yang lupa, akulah yang bersandar (pada-
Mu), akulah yang sengaja (berbuat dosa), akulah yang
berjanji dan akulah yang mengingkari, akulah yang
merusak, akulah yang menetapkan, akulah yang mengakui
akan nikmat-Mu atasku, namun aku menghadap-Mu dengan
dosa-dosaku. Maka ampunilah aku."
Hari Arafah memiliki beberapa amalan khusus yang bisa
kita lakukan dan salah satunya adalah puasa. Akan
tetapi, jika puasa Arafah justru membuat kita lemah dan
tidak mampu melakukan amalan-amalan lain, maka lebih
baik kita tidak berpuasa. Bentuk amalan lain di hari
istimewa itu adalah bertaubat, bertafakkur, dan
memperbanyak pujian kepada Allah Swt. Pada hari Arafah,
kita juga dianjurkan untuk mandi, membaca doa ziarah
Imam Husein as, menunaikan shalat dua rakaat setelah
shalat Ashar, melaksanakan shalat empat rakaat, dan
berdoa serta berzikir khususnya membaca doa Arafah Imam
Husein as.
Doa Arafah tidak hanya sebuah lantunan dan pujian,
karena intisari doa tidak hanya terbatas pada sebuah
permohonan kepada Tuhan, tetapi dialog dengan Sang
Khalik. Dialog ini akan membuat hati manusia damai dan
tentram. Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menjaga
pendengaran dan lisannya di hari Arafah, maka Allah
akan menjaganya dari Arafah ke Arafah berikutnya.”