@laravelPWA
Keagungan Hari Arafah
  • Judul: Keagungan Hari Arafah
  • Sumber:
  • Tanggal Rilis: 2:2:21 15-6-1404

Allah Swt menyeru umat manusia untuk berdoa dan

menjanjikan ijabah atas doa-doa mereka."Berdoalah

kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.” Ibadah

dan doa merupakan media penghubung antara manusia

dengan Sang Pencipta yang maha kuasa. Untuk itu, ibadah

dan doa tidak hanya dikhususkan pada waktu tertentu

saja, tapi kita juga memiliki momen-momen istimewa dan

kesempatan emas untuk menjalin hubungan dan

berkomunikasi dengan Allah Swt lewat bahasa doa. Pada

momen istimewa itu, rahmat khusus Allah Swt tercurahkan

kepada para hamba dan mereka perlu berusaha untuk

menempatkan dirinya di bawah pancaran nikmat-Nya. Rasul

Saw bersabda, “Sesungguhnya bagi Tuhan kalian ada

anugerah untuk hari-hari kalian, maka tempatkanlah diri

kalian di dalamnya.”

 

Salah satu momen istimewa ini adalah hari kesembilan di

bulan Dzulhijjah atau hari Arafah. Arafah termasuk

salah satu dari hari raya meski tidak disematkan kata

eid di depannya. Pada hari itu, Allah Swt menyeru

hambanya untuk bermunajat dan membuka lebar pintu

rahmatnya kepada mereka, sementara syaitan dihinakan

dan diusir. Para jamaah haji setelah shalat subuh di

Mina, bertolak menuju Padang Arafah sambil bertalbiyah

dan bertakbir.Arafah adalah sebuah daerah di Makkah

al-Mukarramah yang menjadi tempat berkumpulnya para

jamaah haji dari seluruh dunia.Mereka melakukan wukuf

di Arafah mulai azan dzuhur pada hari kesembilan

Dzulhijjah sampai waktu shalat magrib. Mereka semua

larut dalam doa, munajat, dan tafakkur.

 

Imam Ali as berkata, “Kalian tahu ketika jamaah haji

sudah berihram, mengapa mereka pergi ke Arafah dan

kemudian kembali lagi ke Ka’bah untuk tawaf? Ini

dilakukan karena Arafah telah keluar dari batas haram,

dan jika seseorang ingin menjadi tamu Allah, ia pertama

kali harus keluar dari gerbang batas dan bermunajat

sedemikian rupa sehingga ia layak untuk memasuki

wilayah haram.”

 

Pada saat memperkenalkan Arafah, Imam Ali Zainal Abidin

as dalam Sahifah Sajjadiyah berkata, “Ya Tuhanku! Ini

adalah hari Arafah, sebuah hari di mana Engkau

memberikan kemuliaan dan keagungan kepada mereka. Pada

hari ini, Engkau membuka lebar-lebar pintu rahmat dan

pengampunan untuk hamba-Mu dan Engkau mencurahkan

pemberian sebesar-besarnya dan Engkau mengutamakan

mereka karena hari ini.”

 

Hari Arafah sungguh sangat agung dan ia hampir menyamai

malam Lailatul Qadar. Imam Jakfar Shadiq as berkata,

“Jika seorang pendosa belum memperoleh rahmat dan

pengampunan Allah pada malam-malam yang penuh berkah di

bulan Ramadhan, dan khususnya di malam-malam Qadar,

maka ia tidak akan terampuni sampai tahun depan kecuali

ia memahami Arafah dan memanfaatkan keutamaan-

keutamaannya.”

 

Pada hari Arafah, Allah Swt membebaskan banyak manusia

dari api neraka dan memberi pengampunan kepada mereka.

Dia melipatgandakanamal kebajikan yang dilakukan oleh

para jamaah haji di Makkah dan melimpahkan rahmat

sebesar-besarnya kepada manusia sehingga setan berkecil

hati pada hari tersebut.

 

Wukuf di Arafah mengandung arti bahwa manusia sudah

sampai pada makrifat Ilahi dan mencapai kearifan.

Mereka menyadari bahwa Allah Swt mengetahui semua

kebutuhan manusia dan juga maha kuasa untuk memenuhi

semua kebutuhan mereka. Pada akhirnya, mereka

menyerahkan dirinya kepada Tuhan dan semata-mata taat

kepada-Nya. Manusia juga perlu menyadari bahwa Allah

Swt mengetahui semua isi hati mereka. Jika seseorang

tahu hatinya berada dalam pengawasan Tuhan, maka ia

tidak akan berbuat dosa lagi dengan lisan, tangan atau

kakinya. Ia bahkan tidak lagi mengotori pikirannya

dengan dosa, tidak memelihara angan-angan batil, dan

juga menjaga kesucian hatinya dari noda.

 

Batas Arafah telah ditandai dengan rambu-rambu khusus.

Imam Ali Zainal Abidin as berkata, “Ketika kalian

memasuki Arafah pada hari kesembilan dan saat kalian

tiba di sebuah padang yang luas, maka ketahuilah bahwa

itu adalah tanah kesaksian, makrifat, dan irfan. Ia

tahu siapa saja yang melangkahkan kakinya di tanah itu

dan dengan motivasi apa mereka datang dan juga dengan

niat apa mereka kembali. Allah menjadikan daerah itu

sebagai saksi atas perbuatan kalian, di mana ia

mengetahui dengan baik apa yang kalian lakukan.”

 

Arafah adalah hari taubat dan momentum untuk meraih

pengampunan Tuhan. Imam Shadiq as berkata, “Pada hari

Arafah, barang siapa yang menunaikan shalat dua rakaat

di tempat terbuka sebelum mengikuti acara doa Arafah

dan mengakui semua dosa-dosanya di hadapan Allah dan

tulus memohon ampunannya, maka Allah akan menuliskan

untuknya pahala yang diberikan kepada penduduk

Arafahdan menghapus semua dosa-dosanya.” Rasulullah Saw

bersabda, “Orang yang paling berdosa di Arafah adalah

individu yang kembali dari sana, sementara ia merasa

dirinya tidak akan pernah terampuni.”

 

Para pemuka agama telah mengajarkan kita tentang bahasa

dan muatan doa. Mereka memohon sesuatu yang paling baik

kepada Allah Swt dan juga memberi contoh tentang

bagaimana kita meminta kebaikan dan kenikmatan. Pada

hari Arafah, Imam Husein as melantunkan bait-bait yang

indah dalam doanya dan sekarang doa fenomenal itu

tidakhanya menggema di kalangan jamaah haji, tapi juga

mengguncang kalbu manusia di sepanjang sejarah. Doa

Imam Husein as di hari Arafah merupakan kumpulan

kalimat-kalimat penuh makna tentang tauhid,

makrifatullah, dan penyucian jiwa.

 

Mutiara doa yang memancar dari kalbu Imam Husein as

memuat makrifat yang tinggi dan mendorong manusia untuk

bertafakkur. Setiap bait doa itu menanamkan cahaya,

kecintaan, dan tauhid dalam sanubari manusia. Imam

Husein as ingin mengajarkan pengenalan kepada Tuhan dan

kebutuhan manusia kepada-Nya. Munajat pribadi agung ini

menjelaskan tentang hubungan paling rasional antara

manusia dan Tuhannya. Beliau dengan seluruh

eksistensinya, menunjukkan kehadiran Sang Pencipta dan

kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Imam Husein as

menuangkan apa yang disaksikannya dalam bahasa lisan

dan bait-bait doa yang indah.

 

Pada sore hari Arafah, Imam Husein as keluar dari

kemahnya bersama keluarga dan sekelompok sahabatnya

menuju Padang Arafah. Dengan penuh kerendahan dan

kekhusyukan, beliau dan rombongan menghadapkan wajah ke

Jabal Rahmah. Imam Husein as kemudian menghadap Ka'bah

dan mengangkat kedua tangannya untuk bermunajat kepada

Allah Swt. Beliau mementaskan bentuk penghambaan

terindah dan pengenalan terdalam lewat bait-bait yang

indah dan penuh makna. Imam Husein as memuji Allah Swt

dengan pujian yang indah dan menyebut nikmat-nikmat

yang dicurahkan kepada manusia di semua jenjang

perjalanan hidup mereka. Cucu Rasulullah Saw ini

kemudian berbicara tentang masalah mensyukuri nikmat

dan menganggap dirinya tidak mampu menunaikan rasa

syukur.

 

Dalam lanjutan doanya, Imam Husein as menjerit lirih

dan berkata, "Akulah wahai Tuhanku yang mengakui dosa-

dosaku, maka ampunilah aku. Akulah yang berbuat

kejelekan, akulah yang bersalah, akulah yang

menginginkan (maksiat), akulah yang bodoh, akulah yang

lalai, akulah yang lupa, akulah yang bersandar (pada-

Mu), akulah yang sengaja (berbuat dosa), akulah yang

berjanji dan akulah yang mengingkari, akulah yang

merusak, akulah yang menetapkan, akulah yang mengakui

akan nikmat-Mu atasku, namun aku menghadap-Mu dengan

dosa-dosaku. Maka ampunilah aku."

 

Hari Arafah memiliki beberapa amalan khusus yang bisa

kita lakukan dan salah satunya adalah puasa. Akan

tetapi, jika puasa Arafah justru membuat kita lemah dan

tidak mampu melakukan amalan-amalan lain, maka lebih

baik kita tidak berpuasa. Bentuk amalan lain di hari

istimewa itu adalah bertaubat, bertafakkur, dan

memperbanyak pujian kepada Allah Swt. Pada hari Arafah,

kita juga dianjurkan untuk mandi, membaca doa ziarah

Imam Husein as, menunaikan shalat dua rakaat setelah

shalat Ashar, melaksanakan shalat empat rakaat, dan

berdoa serta berzikir khususnya membaca doa Arafah Imam

Husein as.

 

Doa Arafah tidak hanya sebuah lantunan dan pujian,

karena intisari doa tidak hanya terbatas pada sebuah

permohonan kepada Tuhan, tetapi dialog dengan Sang

Khalik. Dialog ini akan membuat hati manusia damai dan

tentram. Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menjaga

pendengaran dan lisannya di hari Arafah, maka Allah

akan menjaganya dari Arafah ke Arafah berikutnya.”